Jumat, 18 Januari 2013

SASTRA ; SELAKSAR CERITA DI BALIK JENDELA

(Sampean, Korkom Makbar)
Aku tergopoh-gepoh untuk melampaui yang arif, hingga tak kunjung tiba pada sikap bijaksana. Termenung menuai ketaksanggupan untuk melampaui itu. Bersilah menikmati keindahan lantunan para penjajal ilmu ku silat dengan hirupan makna menyatu dengan tubuh yang lesuh dengan gisi keilmuan. Ku jajal dengan pencarian hingga ku jagal dengan pisau belatih bertajuk nuansa harmonis keilmuan. Ketangkasan ku tak sanggup menyergap energi pengatahuan, ku biarkan berlalu seiring cerita menggelantung di udara, biarkan di tangkap dengan yang lain oleh para penjajal ilmu.
 
Pengetahuan dan ilmu kian bersajak dengan kelaminnya, berhias dengan  warnanya, tercebur pada makna yang mendua. Disharmoni kian menghantu menghujat keterbatasan-keterbatasan rasio. Terlena dengan rayuan pelacur nihilisme dan absurditas. Teologis sebagai Pemantik menjadi kehebohan sang ateis bernyanyi bersama kematian Tuhan. Berlanggam dengan kebenaran absurditas. Asyik...... sejarah menjadi drakula penghisap hakikat dari nuansa spekulatif dari sang penguasa birahi. Jenjang dialektika pembenaran tentang hipokrit yang di tuangkan dalam poci pembantaian atas nama kemanusiaan. Luar biasa.... kebenaran di gugat atas nama kebenaran. Manusia teracung dengan metafisika atas ketaksanggupan menggapai hakikat. Hakikat malampaui ruang-ruang akal manusia di kembalikan pada material berujung pada kehidupan yang pragmatis. Yah... nikmat.
Jadi aku harus bilang WoOuUUu gi thu..... itulah nuansa tantang senandung drama ilmu dari panggung pentas kehidupanku, Aku terpana darinya sebagai air untuk di teguk saat dahaga menghampiriku. Ku junjung sampai ke langit, ku himpit sebagai letakkan pijakan kakiku, merundung sebagai bentuk peratapan dari makna yang ambivalen. Meradang dari ketaksanggupan untuk melingukupi. Jujur aku iri  dari siapa yang mengunkap isi hatinya di balik jendela, mengungkapkan syair-syair ini menembus hijab-hijab kebodohan. Larik-larik itu mennggugah imajinasi ke nirwana.
Pori-pori dishormani bersamaku dalam pijakan keraguan. Melangkah setapak demi setapak untuk menuai hasil pencarian. Bulir-bulir pengatahuan menyentuh kalbu, merongrong akal, menggugat realitas. Kedalaman ilmu mencuat saat ku galih hingga kedalaman keterbatasanku, tak kunjung sampai pada batasnya. Ku kerahkan energi untuknya, ku curahkan segala perhatianku kepadanya, hingga aku malu berpaling darinya sebab aku belum tercebur kedalamnya. Malu aku bercerita tentang keilmuan itu di balik batas yang ku miliki, belum sanggup melampaui orang yang bercerita di balik jendala itu, aku kagum kepadanya, tapi Cuma ada suara merdu menggelayut, menyayat hati dengan kelembutan tutur katanya.
Dia guruku, yang membuka pintu jendela pengatahuanku. Dia mengenalkan tentang sebuah cerita, misteri tentang kehidupan. Darinya ku dapatkan pengantar tidur untuk melamun, membuka luka lama yang tersayat pisau,aku terlentang dari keheningan malam, menyusuri lorong-lorong mimpi. Membuka sayutan mata ketika fajar mennyambut datangnya hari esok. Harapan menyisiri hari, ku buka lembaran-lembaran di hadapanku untuk mencekal kekeringan jiwa yang ku alami.
Guruku di balik imajinasiku, guruku di balik jendelaku, kau hanya selaksar imajinasi yang membuka pintu pencarianku. kini ceritamu telah terselebungi dengan nuansa fatarmogana, aku keliru di jalan ini, tapi suarumu tak lagi menyeruak di balik jendela ku.  ku nanti kau untuk menampakkan dirimu tapi dirimu hanya bayang-bayang semu. Guru, kau tak lebih dari ungkapan-ungkapan yang tercecer dari setiap perjalananku, aku hanya bisa mengenanmu lewat apa yang ku dapatkan pada gaung-gaung suara di di udara lalu ku tangkap dengan kesanggupanku. Siapa yang lewat di telingaku dengan falsafah hidup,  dialah guruku, entah siapa, sebab mengenalmu bukan hal yang  penting tapi yang penting adalah pengetahuan itu. Guru kau adalah imajinasiku di balik selaksar cerita di balik jendela itu. Yang ku lalui pada  larik cerita ini hanyalah sebuah kehidupan imajinasi yang menyeruak dari letupan imajinasi yang menghampar.
Sekian dan Terimakasih yang mneyempatkan waktunya untuk membaca, 
sebab tak ada pengetahuan tersimpan dalam larik cerita ini,
tak ada pelajaran yang bisa kita tarik. 
Tak ada nuansa keindahan dalam baitnya karena bukan puisi tapi ini adalah sebuah kehidupan puisi.

Tidak ada komentar: