(Sampean,
Korkom Makbar)
Aku tergopoh-gepoh
untuk melampaui yang arif, hingga tak kunjung tiba pada sikap bijaksana.
Termenung menuai ketaksanggupan untuk melampaui itu. Bersilah menikmati
keindahan lantunan para penjajal ilmu ku silat dengan hirupan makna
menyatu
dengan tubuh yang lesuh dengan gisi keilmuan. Ku jajal dengan pencarian
hingga
ku jagal dengan pisau belatih bertajuk nuansa harmonis keilmuan.
Ketangkasan ku
tak sanggup menyergap energi pengatahuan, ku biarkan berlalu seiring
cerita
menggelantung di udara, biarkan di tangkap dengan yang lain oleh para
penjajal
ilmu.
Pengetahuan dan ilmu
kian bersajak dengan kelaminnya, berhias dengan warnanya, tercebur pada
makna yang mendua.
Disharmoni kian menghantu menghujat keterbatasan-keterbatasan rasio.
Terlena
dengan rayuan pelacur nihilisme dan absurditas. Teologis sebagai
Pemantik
menjadi kehebohan sang ateis bernyanyi bersama kematian Tuhan.
Berlanggam
dengan kebenaran absurditas. Asyik...... sejarah menjadi drakula
penghisap
hakikat dari nuansa spekulatif dari sang penguasa birahi. Jenjang
dialektika
pembenaran tentang hipokrit yang di tuangkan dalam poci pembantaian atas
nama
kemanusiaan. Luar biasa.... kebenaran di gugat atas nama kebenaran.
Manusia
teracung dengan metafisika atas ketaksanggupan menggapai hakikat.
Hakikat
malampaui ruang-ruang akal manusia di kembalikan pada material berujung
pada
kehidupan yang pragmatis. Yah... nikmat.
Jadi aku harus bilang
WoOuUUu gi thu..... itulah nuansa tantang senandung drama ilmu dari
panggung
pentas kehidupanku, Aku terpana darinya sebagai air untuk di teguk saat
dahaga menghampiriku.
Ku junjung sampai ke langit, ku himpit sebagai letakkan pijakan kakiku,
merundung sebagai bentuk peratapan dari makna yang ambivalen. Meradang
dari
ketaksanggupan untuk melingukupi. Jujur aku iri
dari siapa yang mengunkap isi hatinya di balik jendela, mengungkapkan
syair-syair ini menembus hijab-hijab kebodohan. Larik-larik itu
mennggugah
imajinasi ke nirwana.
Pori-pori dishormani bersamaku
dalam pijakan keraguan. Melangkah setapak demi setapak untuk menuai
hasil
pencarian. Bulir-bulir pengatahuan menyentuh kalbu, merongrong akal,
menggugat
realitas. Kedalaman ilmu mencuat saat ku galih hingga kedalaman
keterbatasanku,
tak kunjung sampai pada batasnya. Ku kerahkan energi untuknya, ku
curahkan
segala perhatianku kepadanya, hingga aku malu berpaling darinya sebab
aku belum
tercebur kedalamnya. Malu aku bercerita tentang keilmuan itu di balik
batas
yang ku miliki, belum sanggup melampaui orang yang bercerita di balik
jendala
itu, aku kagum kepadanya, tapi Cuma ada suara merdu menggelayut,
menyayat hati
dengan kelembutan tutur katanya.
Dia guruku, yang
membuka pintu jendela pengatahuanku. Dia mengenalkan tentang sebuah
cerita,
misteri tentang kehidupan. Darinya ku dapatkan pengantar tidur untuk
melamun,
membuka luka lama yang tersayat pisau,aku terlentang dari keheningan
malam,
menyusuri lorong-lorong mimpi. Membuka sayutan mata ketika fajar
mennyambut
datangnya hari esok. Harapan menyisiri hari, ku buka lembaran-lembaran
di
hadapanku untuk mencekal kekeringan jiwa yang ku alami.
Guruku di balik
imajinasiku, guruku di balik jendelaku, kau hanya selaksar imajinasi
yang
membuka pintu pencarianku. kini ceritamu telah terselebungi dengan
nuansa
fatarmogana, aku keliru di jalan ini, tapi suarumu tak lagi menyeruak di
balik
jendela ku. ku nanti kau untuk
menampakkan dirimu tapi dirimu hanya bayang-bayang semu. Guru, kau tak
lebih
dari ungkapan-ungkapan yang tercecer dari setiap perjalananku, aku hanya
bisa
mengenanmu lewat apa yang ku dapatkan pada gaung-gaung suara di di udara
lalu
ku tangkap dengan kesanggupanku. Siapa yang lewat di telingaku dengan
falsafah
hidup, dialah guruku, entah siapa, sebab
mengenalmu bukan hal yang penting tapi
yang penting adalah pengetahuan itu. Guru kau adalah imajinasiku di
balik
selaksar cerita di balik jendela itu. Yang ku lalui pada larik cerita
ini hanyalah sebuah kehidupan
imajinasi yang menyeruak dari letupan imajinasi yang menghampar.
Sekian
dan Terimakasih
yang mneyempatkan waktunya untuk membaca,
sebab tak ada pengetahuan
tersimpan
dalam larik cerita ini,
tak ada pelajaran yang bisa kita tarik.
Tak ada
nuansa
keindahan dalam baitnya karena bukan puisi tapi ini adalah sebuah
kehidupan
puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar